Menganalisis Pidato Ayman Zawahiri dan Abu Bakar al Baghdadi


Pemimpian Al-Qaeda Ayman al-Zawahiri (kiri) dan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi.

Oleh : Prihandono Wibowo

Bulan September 2019 merupakan bulan “istimewa” dalam kajian terorisme dan keamanan internasional sekaligus patut menjadi perhatian bagi pemerintahan berbagai negara. Pada bulan ini, dua pemimpin organisasi “teroris” dunia -yaitu Ayman Zawahiri, amir Al Qaeda, dan Abu Bakar al Baghdadi “sang khalifah” ISIS- mempublikasikan rekaman pidato dengan waktu yang berdekatan. As-Sahab Media, sayap media Al Qaeda, pada 11 September 2019 mempublikasikan rekaman video pidato Ayman Zawahiri dalam rangka memperingati 18 tahun peristiwa serangan 11 September 2001 oleh Al Qaeda. Sedangkan pada 16 September 2019, media ISIS, Al Furqon Foundation mempublikasikan rekaman audio pidato Abu Bakar al Baghdadi.


Dalam video pidatonya, Ayman Zawahiri mengungkap bahwa setelah 18 tahun peristiwa WTC, Amerika Serikat (AS) semakin menampakkan kerjasama “Zionis-Salibis.” Misal dalam rekaman video tersebut, ditampilkan cuplikan pidato bersama antara Donald Trump dan Netanyahu. Selain itu, Zawahiri menunjukkan dengan fakta pemindahan kedutaan besar AS ke Yerusalem dan pengakuan sepihak AS atas kedaulatan Israel di dataran tinggi Golan. Zawahiri mengungkapkan fakta penjajahan Israel atas Palestina semakin masif. Amir Al Qaeda tersebut menjelaskan bahwa plot kerjasama Zionis antara AS dan Israel ini telah menyerang kaum muslim di manapun berada. Zawahiri juga menyalahkan AS karena propaganda War on Terror yang dilakukan AS. Dengan propaganda yang mendunia ini, mujahidin kemudian dituduh sebagai “teroris”. Karena itu, Zawahiri mendorong mujahidin di seluruh dunia untuk menyerang kepentingan Zionis dan pendukungnya dimanapun berada. Namun Zawahiri mengingatkan serangan tersebut harus menghindarkan kerugian di kalangan kaum muslim. Zawahiri juga menyebutkan bahwa kepentingan Amerika Serikat (AS), Inggris, Perancis, Eropa, Rusia, dan Israel tersebar di seluruh dunia.

Sebagaimana negara-negara tersebut berkonspirasi melawan muslim di seluruh dunia, maka Zawahiri juga mendorong muslim untuk menyerang negara-negara besar tersebut di manapun kepentingan mereka berada. Zawahiri mendorong kreativitas “mujahidin” dalam operasi serangan ke kepentingan negara-negara besar tersebut di seluruh dunia. Zawahiri mengilustrasikan bahwa AS pangkalan militer yang tersebar di seluruh dunia, dari Barat hingga Timur. Zawahiri menambahkan, jika muslim membatasi jihad hanya terlegitimasi dengan menyerang sasaran militer, maka mereka harus menyerang markas-markas militer negara-negara besar seperti AS, Inggris, Perancis, dan koalisi NATO yang tersebar di seluruh dunia. Selain menyebut AS, Zawahiri juga menuduh Iran berpartner dengan AS dalam perang di Afghanistan, Irak, dan Syria.

Di lain pihak, melalui rekaman audio, “khalifah” ISIS, Abu Bakar al Baghdadi menegaskan bahwa “kekhilafahan” ISIS masih berdiri. Bahkan “kekhilafahan” ISIS masih menerima sumpah setia dari berbagai belahan dunia. Baghdadi menambahkan bahwa “Khilafah” ISIS juga melakukan operasi serangan di ratusan lokasi selama 2019. Selain itu, Baghdadi menjelaskan bahwa AS, sebagai negara pelindung “Salib” dan agen-agennya di wilayah Timur Tengah dan sekitarnya, telah mengalami kekalahan dan perang yang “melelahkan.” Menurut Al Baghdadi, hal ini seiring dengan “kekalahan”  aliansi-aliansi AS dalam perang yang berkepanjangan melawan ISIS. Al Baghdadi menyebutkan bahwa agen-agen AS diantaranya rezim Saudi dan sykeh-syekh “murtad”.  Abu Bakar al Baghdadi menyatakan kehadiran militan pendukung ISIS di Afghanistan, Iraq, Syria, Yaman, Somalia, Afrika Barat dan Tengah, Asia Timur, Afrika Utara, Tunisia dan Libya.  Abu Bakar al Baghdadi menyerukan pembebasan anggota ISIS yang menjadi tawanan di penjara dan kamp pengungsian. Baghdadi menyebutkan pengikutnya yang kini ditawan, telah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari kelompok “Salib”, kelompok Syiah, dan dari pendukungnya yang “murtad”. Abu Bakar al Baghdadi mendorong pengikutnya untuk senantiasa bertakwa dan konsisten mengobarkan perang.

Pidato dari dua pemimpin kelompok “teroris” dunia ini patut mendapat perhatian. Pertama, kemunculan “amir” dan “khalifah” dari kelompok-kelompok ini menandakan masih terjaganya eksistensi organisasi “terorisme” dunia. Penggunaan strategi operasi militer oleh AS dalam bentuk perang, pengiriman personel prajurit perang, ataupun penggunaan drone serang untuk membunuh berbagai tokoh “jihadis” Al Qaeda maupun ISIS di Timur Tengah, belum menyurutkan eksistensi kelompok-kelompok tersebut. Menurut Bruce Hoffman, Al Qaeda meski secara tren saat ini “kalah pamor” dengan ISIS, namun masih menjadi ancaman serius bagi AS. Organisasi kerja Al Qaeda masih berjalan. Setidaknya melalui pidato Zawahiri, terkini kelompok tersebut masih bisa “menggertak” AS.  Sedangkan ISIS, meski telah mengalami kekalahan di berbagai front, namun ISIS dan afiliasinya diketahui masih melancarkan aksi terorisme di banyak negara. Pidato Baghdadi menegaskan hal tersebut.

Kedua, berdasar isi pidato tersebut, secara konsisten menjelaskan perbedaan orientasi arah “perjuangan.” Meski kedua kelompok tersebut sama-sama memusuhi AS, namun memiliki orientasi serangan berbeda. Zawahiri menekankan perlawanan melawan negara-negara besar, khususnya AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan Eropa, dimanapun kepentingan mereka berada. Sedangkan Baghdadi menekankan bahwa kekuatan AS disokong oleh rezim-rezim lokal, sehingga melawan rezim-rezim lokal tersebut dapat melemahkan AS. Dalam kajian terorisme dan keamanan internasional, kedua pilihan orientasi tersebut konsisten dengan perdebatan lama di “dunia perlawanan,” mengenai mana yang harus dilawan, “musuh jauh” ataupun “musuh dekat” terlebih dahulu.  Pidato Zawahiri dan Baghdadi menegaskan hal ini.

Ketiga, dalam pidatonya, baik Zawahiri maupun Baghdadi menekankan perlu berbaik dengan dengan kaum muslim awam. Misal Zawahiri mengatakan serangan terhadap kepentingan Barat harus menghindari kerugian dari kaum muslim. Sedangkan Baghdadi menekankan pendukungnya untuk berdakwah terutama kepada kaum muslim awam. Dalam konteks ini, Baghdadi nampak ingin memperbaiki “citra” ISIS yang selama ini dikenal menyasar siapapun dalam serangannya, termasuk sesama Sunni. Karena selama ini, ISIS menghukumi murtad bagi kelompok Sunni yang tidak mengikuti "jalan" ISIS. Namun yang jelas, pidato kedua “tokoh” tersebut menjelaskan konsistensi daya tahan eksistensi kelompok-kelompok "teroris," meskipun dunia internasional telah melancarkan berbagai program counter-terrorism.  


Post a Comment

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates