Biografi Intelektual Abu Bakar Ba'asyir, Pandangan Politik dan Rekam Jejaknya


Oleh: Reza Maulana Hikam
(Penanggung Jawab Resensi Buku)

Judul Buku: Pemikiran Politik Abu Bakar Ba'asyir
Penulis: Indra Martian, M.A.
Penerbit: Jurnis Publishing
Tebal Buku: 140 Halaman
Tahun Terbit: 2018
ISBN: 9786025216138

Abu Bakar Ba'asyir adalah seorang pendakwah yang kerap disandingkan dengan tindak terorisme di Indonesia. Namanya tidak hanya menjadi buah bibir di masyarakat Indonesia melainkan juga masyarakat Internasional. Negara seperti Amerika Serikat menggolongkan Ba'asyir sebagai teroris. Begitupula lembaga dimana Ustad ini bernaung akan dituding sebagai lembaga teroris. Stigmatisasi terhadap Ba'asyir tidak habisnya dibahas oleh banyak orang, namun ada yang berbeda dalam buku ini.

Karya Indra Martian ini dibagi menjadi empat bab: Pengantar Studi Politik Islam, Politik Islam di Indonesia, Biografi Abu Bakar Ba'asyir, dan Pemikiran Politik Abu Bakar Ba'asyir yang total berjumlah 140 halaman. Penulis sendiri merupakan bagian dari portal berita Jurnal Islam yang menempuh pendidikan S3 di Universiti Sultan Zainal Abidin di Malaysia.

Bab pertama buku ini menjelaskan pandangan-pandangan terkait negara Islam dari berbagai macam intelektual. Namun penekanan bab ini lebih kepada sistem politik Islam, dimana negara dan pemerintahan adalah bagian integral di dalamnya. Kutipan di halaman awal diambil dari para orientalis seperti Strothmann, C.A. Nallino, Hjalmar Schacht, dan beberapa nama lainnya. Semua kutipan dari nama-nama diatas memperlihatkan adanya relasi antara agama dan negara dalam Islam.

Perbedaan pandangan Islam dengan Barat adalah relasi agama dengan kehidupan politik. Bagi Barat, agama hanyalah urusan personal yang tidak berhubungan dengan pemerintahan dan politik, sedangkan penulis mengutip dari Azyumardi Azra bahwa Islam juga merupakan fenomena kultural dan realitas sosial dari kehidupan manusia sehingga perlu Islam mengatur permasalahan politik dan pemerintahan.

Selanjutnya, Bab 2 lebih mengarah kepada sejarah perkembangan politik Islam di Indonesia semenjak terbentuknya MIAI. Ada umat Islam yang berjuang di jalur konstitusional seperti Partai Masyumi dan adapun yang berjuang dengan mengangkat Indonesia seperti Darul Islam dibawah pimpinan S.M. Kartosuwiryo. Semuanya memperjuangkan Islam, baik sebagai Dasar Negara maupun pembentukan negara Islam itu sendiri.

Dalam berpolitik, menurut penulis, umat Islam di Indonesia kerap dirugikan semenjak kemerdekaan, seperti usaha pembubaran Partai Masyumi oleh Orde Lama begitu pula penangkapan tokoh-tokohnya karena dianggap melawan pemerintah. Di saat Orde Lama jatuh, para tokoh muslim dibebaskan oleh Soeharto, namun militer pun tidak menghendaki umat Islam berpolitik. Namun umat Islam yang ingin berpolitik dikumpulkan dalam satu wadah: Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berlambang Ka'bah. Kisah sejarah terus berlanjut hingga reformasi sudah usai, dimana banyak bermunculan Partai Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pasca pembahasan sejarah, maka masuk lah penulis kepada Bab 3, dimana ia mulai menceritakan kehidupan Ustadz Ba'asyir yang kelahiran Jombang itu. Keaktifan dalam berorganisasi turut membentuk pribadi Dai satu ini, salah satunya dalam Himpunan Mahasiswa Islam dan Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI) Cabang Solo ketika berkuliah di Universitas Al-Irsyad. Selain itu, Abu Bakar Ba'asyir turut mendirikan Radio Dakwah Islamiyah Surakarta (Radis) dan bersama beberapa koleganya mendirikan Pesantren Al-Mukmin di Ngruki dengan seizin Kiai nya dari Pesantren Gontor.

Abu Bakar Ba'asyir sendiri juga merupakan orang yang dikejar-kejar oleh aparat ketika Orde Baru bersama Abdullah Sungkar hingga melarikan diri ke Malaysia karena dakwah mereka yang dianggap merugikan pemerintah. Pada bab ini diperlihatkan sepak terjang Ustad Ba'asyir dengan kronologis dan juga disebutkan karya-karya beliau.

Pada Bab 4 adalah penutup sekaligus klimaks dari buku ini, yakni pandangan politik Abu Bakar Ba'asyir. Dalam melihat politik Islam, Ba'asyir sebenarnya fundamentalis (kembali kepada dasar: Qur'an & Hadis) dan juga konservatif, namun tidak intoleran. Bagi Ba'asyir, yang terpenting adalah landasan hukum sebuah negara ialah Syari'at Islam dan pemimpinnya beragamakan Islam. Untuk masalah yang kedua, rujukan dari Ba'asyir adalah Al-Maidah ayat 51, yang sebenarnya tidak ada masalah di sana karena beliau orang fundamentalis, maka merujuknya adalah surat dalam Al-Qur'an. Kepemimpinan ini disebut sebagai Khalifah dan harus memiliki karakter: Siddiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah yang merupakan "teori" kepemimpinan dalam Islam. Adapun penulis turut menjelaskan fungsi-fungsi pemerintahan Islam yang menurut penulis lebih "pasti" dibandingkan sistem dari Barat dengan penegakan hukum yang memiliki efek jera lebih besar.

Ustad Ba'asyir juga menolak sistem demokrasi yang dianggap terlalu meninggikan manusia sehingga mereka dapat membuat hukum, padahal hukum adalah hak Allah S.W.T. Segala sumber hukum seharusnya tidak ditentukan oleh manusia melainkan berasal dadu Al-Qur'an dan Hadis. Sebutan bagi pemerintah yang mengikuti sistem demokrasi adalah Thogut (yang melampaui batas). Selain itu, nasionalisme dipandang sesat karena hakikat Islam beserta pemerintahannya adalah internasional / transnasional. Tidak ada batasan wilayah. Begitupula Sekularisme dianggap menyimpang karena membedakan urusan agama dengan urusan pemerintah, dimana agama dan pemerintah adalah satu kesatuan.

Masih banyak bahasan lain tentang pandangan politik Ustad Ba'asyir. Buku ini menarik karena mengulas pemikiran politik yang anti-mainstream: Abu Bakar Ba'asyir, hanya saja kekurangan buku ini adalah tidak tersedia Daftar Isi pada halaman awalnya.*

Post a Comment

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates