Criminal Justice and Communal Conflict: A Case Study of
the Trial of Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, and Marinus Riwu
![]() |
Sumber Gambar: Cornell University Press |
Penulis: Dave McRae
Nama Jurnal:
Indonesia
Nomer: 83
Tahun: April 2007
Penerbit: Cornell
University
Pereview: Reza Maulana Hikam
Jurnal Indonesia merupakan jurnal ternama asal
Universitas Cornell dari Amerika Serikat. Para antropolog, sosiolog, ilmuan
sosial-politik dan sejarawan Indonesia sering menjadikan jurnal ini sebagai
rujukan utama baik dalam menulis maupun berdiskusi. Bisa dibilang Indonesia adalah jurnal legendaris
bertemakan sosial-politik yang membahas negeri khatulistiwa ini.
Kali ini, saya akan
mereview salah satu artikel yang ada di jurnal ini karya seorang akademisi asal
Australia, seorang senior research fellow
dari University of Melbourne's Asia Institute yang mendalami tentang
konflik Poso, Dr. Dave McRae. Bagi para pembaca yang setia membeli buku
terbitan Marjin Kiri, pasti akan menemukan buku berjudul "Poso" yang
ditulis oleh Dr. Dave McRae.
Dalam jurnal yang
akan saya review sejenak ini, Dave McRae juga menulis tentang topik yang sama
namun lebih spesifik, yakni hukuman mati bagi Fabianus Tibo dkk sebagai dampak
dari konflik Poso. Seperti judul jurnal, bingkai yang dipakai oleh penulisnya
adalah criminal justice atau dalam
bahasa Indonesia disebut dengan peradilan pidana. Dave mengutarakan bahwa
peradilan pidana adalah bagian penting, sebagai respon, dari konflik kekerasan
antar agama dan antar etnis. Salah satu kasus pertarungan antar agama yang
paling berbahaya terjadi di Poso, lainnya terjadi di Maluku.
Ada banyak
tersangka dari kasus-kasus yang terjadi selama konflik Poso ini, penulis
menyebutkan angka 150 tersangka, namun untuk bagian ini, penulis kurang merinci
berapa tersangka dari pihak Muslim dan berapa tersangka dari pihak Nasrani yang
sebetulnya juga krusial dalam pembahasan konflik antar agama di Poso, kenapa?
Karena perbedaan tersangka itulah yang membuat kelompok mujahidin merasa mereka
lebih dirugikan ketimbang umat Nasrani dalan konflik Poso, dan penyelesaian
yang dilakukan pemerintah Indonesia dianggap kurang serius. Dave hanya
menyebutkan "both muslim and
christians".
Dengan semakin
memanasnya kasus Poso, muncul lah ketiga nama di atas di kalangan umat Nasrani,
di mana Fabianus Tibo memainkan peran sentral dalam kasus antar agama ini.
Penulis sendiri mengatakan bahwa benar apabila Tibo dan Dominggus dianggap
sebagai pimpinan kelompok Nasrani, namun ia tidak bisa berkomentar lebih lanjut
terkait peran Marinus Riwu yang informasi tentang dirinya susah ditemukan.
Dave McRae
berargumen bahwa penangkapan Fabianus Tibo dkk bisa menjadi gambaran untuk
melihat struktur komando dari kelompok Nasrani pada Mei sampai Juni tahun 2000,
namun aparat terlalu berfokus kepada ketiganya sehingga tidak mampu melihat
gambaran struktur kelompok Nasrani dengan sepenuhnya. Hal ini ada benarnya
sehingga banyak berita hanya berfokus kepada tiga orang tersebut dari kelompok
Nasrani, namun banyak nama yang keluar dari kelompok Muslim sehingga
seolah-olah umat Islam lah yang sering melakukan penyerangan.
Penulis juga
mengutarakan bagaimana etnis Pamona di Poso terpinggirkan dari jabatan politis
dan kepemilikan lahan oleh pendatang Muslim yang kaya. Penjelasan ini
menyesatkan karena tidak memberikan sumber dari mana statement tersebut berasal dan tidak ada data yang menunjang bahwa
hal tersebut memang terjadi. Apalagi dengan posisi etnis Pamona yang bukan
merupakan etnis dominan.
Salah satu insiden
paling parah dari konflik Poso terjadi di Pesantren Walinsongo. Kasus ini
menjadi periode ketiga dari konflik Poso dimana Tibo dkk memulai aksi-aksi
mereka dan memicu amarah umat Islam. Pasukan Tibo diberi nama Kelompok Merah.
Jurnal ini turut
menjelaskan peran masing-masing orang: Fabianus Tibo, Dominggus da Silva,
Marinus Riwu, dengan penekanan bahwa Fabianus Tibo adalah tokoh utama dari
konflik Poso periode ketiga. Tibo sendiri inkonsisten dengan pernyataannya saat
diinterogasi dengan saat diwawancarai oleh penulis jurnal. Adapun Fabianus Tibo
dalam jurnal ini diperlihatkan berbeda ketimbang media pada umumnya yang
menganggap bahwa ia adalah pemimpin Kelompok Merah, sedangkan ia mengaku bahwa
ia merupakan suruhan dari A. L. Lateka dan Paulus Tungkanan. Pertanyaan
besarnya, siapakah kedua orang ini dan kenapa Dave McRae tidak menyebutkan relasi
mereka dengan Pendeta Damanik? Meskipun nama Rinaldy Damanik disebutkan dalam
jurnal ini.
Adapun persidangan
kasus Tibo dkk dilaksanakan di Palu karena situasi di Poso yang tidak stabil.
Hasilnya adalah hukuman mati kepada ketiganya meskipun dari 19 saksi yang
disediakan oleh Penuntut, hanya "Anton" (nama samaran) yang
membuktikan bahwa ketiganya melakukan pembunuhan di Pesantren Walisongo.
Namun memang tujuan
dari jurnal ini adalah menunjukkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam
persidangan Tibo dkk. Namun penulis mengutarakan bahwa hukuman berat yang
diterima oleh ketiga orang tersebut adalah hasil dari diskriminasi agama
(karena mereka Nasrani).
Penjelasan yang
diberikan oleh Dave McRae tidak selengkap dan sebagus apa yang ditulis oleh Muhammad
Tito Karnavian dalam disertasinya yang berjudul Explaining Islamist Insurgencies. Terlihat bahwa penekanan McRae
adalah bahwa sistem peradilan di Indonesia itu cacat dalam kasus Fabianus Tibo
dkk, bahkan penulis tersebut melihat hanya dari sudut pandang kelompok Nasrani,
sedangkan Tito melihat dari sudut pandang keduanya seperti karya Julie Chernov
Hwang, Why Terrorist Quit.
Post a Comment