Mengklarifikasi Isu Negara Islam Syiah di Indonesia

Sumber Gambar: presstv.ir

Oleh Prihandono Wibowo
(Direktur Center for Radicalism and Extremism Studies)

Dalam buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” yang diterbitkan tahun 2013, Tim Majelis Ulama Indonesia Pusat  menjelaskan bahwa kelompok Syiah di Indonesia memiliki visi tujuan politik Negara Islam Syi’ah di Indonesia. Kelompok Syiah diyakini memiliki skema cita-cita dan tujuan Revolusi Iran. Menurut buku tersebut, gerakan Syiah Indonesia tersebut diawali dari gerakan kultural keagamaan, ke gerakan Pendidikan, hingga menuju puncak penerapan ajaran Syiah melalui kekuasaan politik. Rinciannya, pertama diawali  dengan mendirikan majelis ta’lim, majelis mudzakkarah, publikasi buku, dan siaran televisi maupun radio. Kedua, Mendirikan lembaga Pendidikan dan kursus. Ketiga, visi tujuan politik (Negara Islam Syi’ah Indonesia). Dalam power point berjudul “Syi’ah Iran Ancaman Nyata NKRI” slide 14, yang didapat dari situs Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Indonesia, disebutkan bahwa proses sistemik Syiahisasi diantaranya adalah target eksodus nasionalisme Indonesia ke Iran. Dalam slide 20 tergambarkan bahwa ekspansi ideologi Syiah Iran berkaitan dengan “Indonesia negara bagian Syiah Iran.” Di Slide tersebut juga terdapat diksi “mewujudkan negara Syi’ah Persia Raya” . Di slide 22, disebutkan bahwa terdapat target “mewujudkan sistem pemerintah imamah” yang mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di tulisan lain, terdapat pernyataan dalam buku “Ahlussunnah Waljamaah dan Dilema Syi’ah di Indonesia” yang diterbitkan tahun 2012 pada halaman 167, terdapat pernyataan-dengan mengutip sebuah tabloid-bahwa pemuda-pemuda Syiah melakukan pelatihan semi militer di daerah Puncak. Generalisasi yang dapat diambil dari tulisan-tulisan tersebut adalah mengasumsikan komunitas Syiah di Indonesia memiliki potensi melakukan “revolusi ala Iran” dan hendak menggantikan NKRI menjadi negara agama versi Syiah Iran. Yang menarik, hasil studi komprehensif dan penelitian staf ahli Bidang Sosial Budaya Badan Intelijen Negara (BIN) yang diterbitkan tahun 2008, berjudul “Komunitas Syiah di Indonesia: Mengantisipasi Potensi Konflik yang Terpendam Perspektif Historis dan Sosial Budaya”, pada halaman 12 menyatakan
 “Dengan doktrin imamah (kepemimpinan), dapat dikatakan bahwa semua warga Syiah sesungguhnya sangat kental dan ambisius untuk berkuasa. Hanya, ambisi kekuasaan ini lebih sering tidak diungkapkan secara vulgar, karena sejumlah pertimbangan. Salah satu alasan yang sering dijadikan alasan adalah bahwa di sebagian besar negara Muslim, komunitas dan pengikut Syiah tergolong minoritas, dan/atau karena konstelasi politik di suatu negara belum memungkinkan.”
Pernyataan-pernyataan tersebut di atas harus diteliti kembali kebenarannya. Dalam konteks Indonesia, belum ditemukan indikasi secara jelas dan eksplisit yang menunjukkan komunitas Syiah memiliki agenda mendirikan negara sebagaimana negara versi Iran. Sebaliknya, fakta yang tampak di permukaan menunjukkan bahwa berbagai komunitas Syiah di Indonesia tidak memiliki indikasi sebagaimana pernyataan-pernyataan tersebut di atas. Dalam berbagai publikasi, ceramah, dan kegiatannya, berbagai komunitas Syiah di Indonesia seringkali mengaitkan doktrin ajarannya dengan simbol-simbol nasionalisme Indonesia. Dalam peringatan-peringatan hari besarnya misalnya, komunitas Syiah mengaitkan perayaannya dengan simbol-simbol kepahlawanan, nasionalisme, cinta tanah air, dan semangat kebangsaan. Beberapa publikasi yang disirkulasi oleh komunitas Syiah, juga menunjukkan komitmen wawasan kebangsaan dan wacana kepedulian terhadap permasalahan kontemporer yang dihadapi NKRI dengan menawarkan berbagai solusi yang relevan. Pernyataan-pernyataan para tokoh Syiah di Indonesia juga menegaskan dukungan terhadap prinsip nasionalisme Indonesia. Narasi yang hendak dibangun adalah mengaitkan identitas komunitas Syiah Indonesia dengan nasionalisme Indonesia. Fakta-fakta semacam ini berbanding terbalik dengan data komunitas-komunitas atau kelompok-kelompok lain non-Syiah, yang secara eksplisit dan tegas menginginkan terbentuknya “Emirat Islam Indonesia”, “Negara Islam Indonesia, “Darul Islam”, “Khilafatul Muslimin”, ataupun “Khilafah Islamiyyah” seraya menolak menghormati simbol-simbol negara dan nasionalisme Indonesia—dengan berbagai metode dan narasinya.
Asumsi yang menyatakan bahwa Iran memiliki rencana untuk mendirikan “Negara Persia Raya” dan menyalurkan “revolusi Syiah” juga patut diteliti kembali kebenarannya. Pada 2010, Imam Khamenei mengatakan “It is not our goal to export the Revolution to this or that country--not in the conventional political sense of the word "export." Jika diperhatikan, fatwa-fatwa dan pidato Pemimpin Tertinggi Iran, lebih banyak kepada hal-hal berkutat ibadah, muamalah, fiqih, dan solidaritas Dunia Islam. Belum ditemukan fatwa dari Iran yang mendorong komunitas Syiah di luar Iran untuk tidak patuh pada pemerintah masing-masing negara tempat mereka tinggal. Nikki R Keddie, dalam bukunya “Iran and the Muslim World,” menyatakan bahwa Revolusi Islam Iran tidak serta merta diterima oleh komunitas Syiah seluruh dunia. Keddie menjelaskan terdapat perbedaan sikap dari komunitas Syiah di berbagai negara terhadap konsepsi politik ala Iran. Sikap internal dalam komunitas Syiah di Lebanon, Syria, Arab Saudi, Irak, Afghanistan, Pakistan, dan sebagainya tidak tunggal dalam merespon Revolusi Iran dan Khomeini. Dalam tulisannya, Keddie menambahkan jika pun terdapat komunitas Syiah di negara lain yang pro-Iran dan pro-Khomeini, itupun terbatas pada semangat solidaritas kepada Iran dan Khomeini yang berani melawan ketidakadilan Barat dan keberanian Iran untuk mengembalikan semangat hidup kembali berdasar ajaran agama.
Selain itu, dalam konteks pengalaman negara-negara di dunia internasional, komunitas Syiah di berbagai negara juga tampak menerima realitas sosial-politik di negaranya masing-masing. Kelompok Hizbullah di Lebanon misalnya, mampu berekonsiliasi dengan komunitas agama lain di negara tersebut dan bekerjasama mengelola negara. Di Irak, penganut Syiah yang merupakan mayoritas dalam penduduknya, juga menginisiasi kerjasama dengan Kurdi dan Arab Sunni membangun Irak pasca Saddam Husain. Wacana bahwa komunitas Syiah di Indonesia memiliki visi Negara Islam Syiah dengan dukungan Iran, belum dapat dikonfirmasi. Kajian mengenai konsepsi identitas transnasionalisme, nasionalisme, dan fundamentalisme dalam komunitas Syiah masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Post a Comment

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates