Prihandono Wibowo
ISIS berbeda dengan
kelompok-kelompok teroris lainnya di era “new terrorism” yang didominasi oleh
tren terorisme “agama”. Setidaknya terdapat dua hal yang membedakan ISIS dengan
kelompok teroris lainnya. Pertama, ISIS berani mendeklarasikan dirinya sebagai
“khilafah.” Keberanian ISIS mendeklarasikan sebuah “negara” ini tidak ditemui
di sepanjang sejarah tren terorisme “agama” Al Qaeda misalnya, hanya membicarakan mengenai khilafah dalam
porsi yang minor dan tidak detail. Bahkan Al Qaeda lebih banyak berbicara
mengenai pengusiran kekuatan Barat dari kawasan Timur Tengah. Jikapun berbicara
mengenai khilafah, Al Qaeda hanya membicarakannya di era belakangan, yang
diindikasi hanya sebagai cara untuk menarik simpati muslim dunia. Al Qaeda
tidak memiliki detail bentuk bagaimana dan cara apa yang digunakan dalam
mencapai khilafah. Begitu pula kelompok lain yang “divonis” Barat sebagai “kelompok teroris”
berbasis agama, seperti Hamas, Jamaah Islam, dan kelompok lainnya, yang tidak
pernah mendeklarasikan diri sebagai “khilafah”. Kedua, ISIS berbeda dengan
kelompok lainnya karena ISIS berhasil menguasai kekuasaan teritori secara luas,
berbeda dengan kelompok teroris lainnya yang biasanya berjumlah kecil serta
tidak menguasai teritori. ISIS menguasai wilayah luas serta berhasil merobohkan
batas-batas fisik negara yang memisahkan Syria dan Irak. Beberapa pendapat
menyatakan bahwa ISIS sebenarnya telah beralih dari kelompok “teroris” menjadi
kelompok separatis.
Dalam masa keemasannya, konon
ISIS menguasai wilayah seluas 80.000 km per segi. ISIS bahkan menguasai kota-kota
besar dan infrastuktur-infrastuktur strategis di Irak dan Syria seperti bank
sentral, bendungan, pengolahan minyak bumi, serta alutsista militer. ISIS menguasai
berbagai perlengkapan militer canggih dari Amerika Serikat peninggalan pasukan
Irak yang lari meninggalkan kota-kota di Irak. ISIS juga mendirikan fungsi
layaknya sebuah “negara”, seperti memiliki kehakiman, pencatatan pernikahan, aparat
keamanan, dan dan mata uang. Dengan kekuatan militernya ISIS juga melakukan
ekspansi ke berbagai wilayah di Irak dan Syria. Konon kekuasaan ISIS hanya
berjarak sekitar 1 jam dari pusat ibukota Irak, Baghdad selain ISIS juga
menguasai kota Raqqah di Syria. ISIS juga merasa berhak mengeksekusi
kelompok-kelompok lain yang berada di bawah kekuasaannya. Karena itu, ISIS di
masa kejayaannya, bertindak seolah-olah sebagai sebuah “negara”. Kekuasaan ISIS juga ditunjang dengan klaim
eskatologis yang meyakinkan bahwa mereka adalah “khilafah” yang dijanjikan di
akhir zaman. Klaim ini disebar melalui sosial media dan internet.
Ekspansi ISIS yang relatif cepat
tersebut memancing reaksi dari Syria, Irak, dan negara-negara lain. Syria
dengan mengajak Rusia, Iran, dan Hizbullah, menggempur basis-basis ISIS di
Syria Selatan, Tengah, dan Timur. Sedangkan Irak menggempur ISIS dengan bantuan
AS dan Iran. Adapun AS berkoalisi dengan kekuatan Kurdi di Irak Utara dan Syria
Utara. Arab Saudi juga membentuk koalisi internasional untuk menggempur
kekuatan ISIS. Beragam gempuran ini menyebabkan ISIS secara bertahap kehilangan
teritorinya. Kekalahan di berbagai front pertempuran menyebabkan ISIS
melepaskan kekuasaan di berbagai wilayah strategis. Berbagai tokoh kunci ISIS
juga tertangkap ataupun tewas. Terakhir, ISIS mengalami kekalahan di Perang
Baghouz yang dimulai awal hingga pertengahan 2019. Di akhir 2019, sang
“khalifah” ISIS, Abu Bakar al Baghdadi, bahkan tewas meledakkan diri dalam
melawan serangan pasukan AS. Irak dan Syria mendkelarasikan kemenangan atas
ISIS. ISIS juga dinyatakan tidak lagi memiliki basis teritori.
Kekalahan ISIS di berbagai front
dan kematian Abu Bakar al Baghdadi diharapakan menghilangkan ancaman terorisme
ISIS. Dunia berharap kekalahan ISIS, maka tren terorisme ISIS turut berkurang. Namun pada faktanya, ISIS masih eksis, dan
masih mengklaim kekhilafahannya masih utuh dengan mengangkat khalifah yang
baru. ISIS juga melakukan berbagai serangan balasan di berbagai negara,
termasuk serangan yang menyita perhatian dunia pada 2019, yaitu klaim serangan
Paskah di Sri Lanka yang menewaskan dan menciderai ratusan orang. ISIS juga
secara rutin melakukan aksi terosime baik di Syria dan Irak, maupun di berbagai
negara. ISIS turut melakukan aksi serangan balasan dan mendorong simpatisannya di
berbagai negara untuk melakukan serangan secara “mandiri.” ISIS secara rutin
mempublikasikan hasil serangannya baik Afrika, Timur Tengah, dan Asia. Dalam
berbagai publikasinya ISIS turut melakukan serangan psikologis terhadap musuh-musuhnya.
Misalnya ISIS mempublikasikan foto-foto hasil korban tewas dari aparat militer
atau keamanan di berbagai negara akibat serangan ISIS. ISIS juga secara periodik
menampilkan data statistik kerugian material dari pihak musuh. Terbaru, dalam
berbagai publikasinya, ISIS menyoroti fenomena Covid-19 dan pelemahan ekonomi
di berbagai negara, sebagai bentuk hukuman Tuhan terhadap negara-negara
musuhnya. Laporan-laporan serangan ISIS ini seringkali terkonfirmasi dengan
hasil laporan media. Dengan ISIS juga mempropagandakan keberhasilan ISIS di berbagai
front yang didapat dari berbagai bentuk teknis serangan. ISIS juga
mempublikasikan seruan bagi pendukungnya untuk melakukan aksi perlawanan global.
Dengan mengandalkan pergerakan klandestin,
perlawanan sporadis, lone-wolf terrorism, franchise terrorism,
dan ditunjang propaganda di dunia maya, ISIS masih menjadi ancaman dalam
politik global. Dengan klaim teologisnya, ISIS menawarkan sistem alternatif bagi
dunia kontemporer. ISIS juga masih berpeluang mengeksploitasi isu penindasan
dan kekecewaan umat Islam dalam ketidakadilan tata kelola global. Struktur ISIS
dapat runtuh, dan teritori ISIS dapat hilang. Namun ideologi dan gerakan perlawanan
ISIS masih menjadi ancaman.
Post a Comment