ISIS : From Cash to Chaos

 

File:Russian military action in Syria in November 2015.gif - Wikimedia  Commons

Prihandono Wibowo

ISIS berbeda dengan kelompok-kelompok teroris lainnya di era “new terrorism” yang didominasi oleh tren terorisme “agama”. Setidaknya terdapat dua hal yang membedakan ISIS dengan kelompok teroris lainnya. Pertama, ISIS berani mendeklarasikan dirinya sebagai “khilafah.” Keberanian ISIS mendeklarasikan sebuah “negara” ini tidak ditemui di sepanjang sejarah tren terorisme “agama” Al Qaeda misalnya,  hanya membicarakan mengenai khilafah dalam porsi yang minor dan tidak detail. Bahkan Al Qaeda lebih banyak berbicara mengenai pengusiran kekuatan Barat dari kawasan Timur Tengah. Jikapun berbicara mengenai khilafah, Al Qaeda hanya membicarakannya di era belakangan, yang diindikasi hanya sebagai cara untuk menarik simpati muslim dunia. Al Qaeda tidak memiliki detail bentuk bagaimana dan cara apa yang digunakan dalam mencapai khilafah. Begitu pula kelompok lain yang  “divonis” Barat sebagai “kelompok teroris” berbasis agama, seperti Hamas, Jamaah Islam, dan kelompok lainnya, yang tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai “khilafah”. Kedua, ISIS berbeda dengan kelompok lainnya karena ISIS berhasil menguasai kekuasaan teritori secara luas, berbeda dengan kelompok teroris lainnya yang biasanya berjumlah kecil serta tidak menguasai teritori. ISIS menguasai wilayah luas serta berhasil merobohkan batas-batas fisik negara yang memisahkan Syria dan Irak. Beberapa pendapat menyatakan bahwa ISIS sebenarnya telah beralih dari kelompok “teroris” menjadi kelompok separatis.

Dalam masa keemasannya, konon ISIS menguasai wilayah seluas 80.000 km per segi. ISIS bahkan menguasai kota-kota besar dan infrastuktur-infrastuktur strategis di Irak dan Syria seperti bank sentral, bendungan, pengolahan minyak bumi, serta alutsista militer. ISIS menguasai berbagai perlengkapan militer canggih dari Amerika Serikat peninggalan pasukan Irak yang lari meninggalkan kota-kota di Irak. ISIS juga mendirikan fungsi layaknya sebuah “negara”, seperti memiliki kehakiman, pencatatan pernikahan, aparat keamanan, dan dan mata uang. Dengan kekuatan militernya ISIS juga melakukan ekspansi ke berbagai wilayah di Irak dan Syria. Konon kekuasaan ISIS hanya berjarak sekitar 1 jam dari pusat ibukota Irak, Baghdad selain ISIS juga menguasai kota Raqqah di Syria. ISIS juga merasa berhak mengeksekusi kelompok-kelompok lain yang berada di bawah kekuasaannya. Karena itu, ISIS di masa kejayaannya, bertindak seolah-olah sebagai sebuah “negara”.  Kekuasaan ISIS juga ditunjang dengan klaim eskatologis yang meyakinkan bahwa mereka adalah “khilafah” yang dijanjikan di akhir zaman. Klaim ini disebar melalui sosial media dan internet.   

Ekspansi ISIS yang relatif cepat tersebut memancing reaksi dari Syria, Irak, dan negara-negara lain. Syria dengan mengajak Rusia, Iran, dan Hizbullah, menggempur basis-basis ISIS di Syria Selatan, Tengah, dan Timur. Sedangkan Irak menggempur ISIS dengan bantuan AS dan Iran. Adapun AS berkoalisi dengan kekuatan Kurdi di Irak Utara dan Syria Utara. Arab Saudi juga membentuk koalisi internasional untuk menggempur kekuatan ISIS. Beragam gempuran ini menyebabkan ISIS secara bertahap kehilangan teritorinya. Kekalahan di berbagai front pertempuran menyebabkan ISIS melepaskan kekuasaan di berbagai wilayah strategis. Berbagai tokoh kunci ISIS juga tertangkap ataupun tewas. Terakhir, ISIS mengalami kekalahan di Perang Baghouz yang dimulai awal hingga pertengahan 2019. Di akhir 2019, sang “khalifah” ISIS, Abu Bakar al Baghdadi, bahkan tewas meledakkan diri dalam melawan serangan pasukan AS. Irak dan Syria mendkelarasikan kemenangan atas ISIS. ISIS juga dinyatakan tidak lagi memiliki basis teritori.

Kekalahan ISIS di berbagai front dan kematian Abu Bakar al Baghdadi diharapakan menghilangkan ancaman terorisme ISIS. Dunia berharap kekalahan ISIS, maka tren terorisme ISIS turut berkurang.  Namun pada faktanya, ISIS masih eksis, dan masih mengklaim kekhilafahannya masih utuh dengan mengangkat khalifah yang baru. ISIS juga melakukan berbagai serangan balasan di berbagai negara, termasuk serangan yang menyita perhatian dunia pada 2019, yaitu klaim serangan Paskah di Sri Lanka yang menewaskan dan menciderai ratusan orang. ISIS juga secara rutin melakukan aksi terosime baik di Syria dan Irak, maupun di berbagai negara. ISIS turut melakukan aksi serangan balasan dan mendorong simpatisannya di berbagai negara untuk melakukan serangan secara “mandiri.” ISIS secara rutin mempublikasikan hasil serangannya baik Afrika, Timur Tengah, dan Asia. Dalam berbagai publikasinya ISIS turut melakukan serangan psikologis terhadap musuh-musuhnya. Misalnya ISIS mempublikasikan foto-foto hasil korban tewas dari aparat militer atau keamanan di berbagai negara akibat serangan ISIS. ISIS juga secara periodik menampilkan data statistik kerugian material dari pihak musuh. Terbaru, dalam berbagai publikasinya, ISIS menyoroti fenomena Covid-19 dan pelemahan ekonomi di berbagai negara, sebagai bentuk hukuman Tuhan terhadap negara-negara musuhnya. Laporan-laporan serangan ISIS ini seringkali terkonfirmasi dengan hasil laporan media. Dengan ISIS juga mempropagandakan keberhasilan ISIS di berbagai front yang didapat dari berbagai bentuk teknis serangan. ISIS juga mempublikasikan seruan bagi pendukungnya untuk melakukan aksi perlawanan global.

Dengan mengandalkan pergerakan klandestin, perlawanan sporadis, lone-wolf terrorism, franchise terrorism, dan ditunjang propaganda di dunia maya, ISIS masih menjadi ancaman dalam politik global. Dengan klaim teologisnya, ISIS menawarkan sistem alternatif bagi dunia kontemporer. ISIS juga masih berpeluang mengeksploitasi isu penindasan dan kekecewaan umat Islam dalam ketidakadilan tata kelola global. Struktur ISIS dapat runtuh, dan teritori ISIS dapat hilang. Namun ideologi dan gerakan perlawanan ISIS masih menjadi ancaman.        

Post a Comment

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates